Berawal biar anak seneng, ngga rewel dan ngga main macem macem
atau ngga main keluar rumah, ahkirnya banyak ibu ibu yang memberikan
smartphone sebagai mainan untuk anak anaknya. Bahkan di usia yang sangat
dini 2 th sudah pada maen gadget.
Beruntung pada saat anak anak anak saya lahir, saya masih tinggal di
Bali ( Ubud ) dengan lingkungan kampung adat Balinesse dan selain itu
juga kebetulan usaha kami di pembuatan furniture dari rotan, jadi banyak
karyawan di tempat kami.
Terus terang saya sendiri baru memberikan anak saya smartphone itu pada
saat anak yang paling kecil berumur 6 th. Sebelum 6 th memang kadang
mereka bermain, tapi menggunakan hp saya. Dan itupun kalau saya ngga ada
urusan baru dipake. Dulunya memang saya kasih anak anak masing2 satu
smartphone. Namun baru beberapa bulan saya malah melihat kurang bagus
untuk anak anak saya, semuanya sibuk main sendiri2 dan jarang bermain
dengan saudara. Ahkirnya saya putuskan untuk memberikan satu smartphone
untuk bertiga. Dan itupun hanya sabtu minggu.
Dulu sewaktu anak anak di Ubud, masih kecil. Memang saya tidak pernah
memberikan smartphone. Bermain ya dengan temen temen disekitaran rumah.
Kebetulan dibelakang rumah ada kampung jadi ya main sama temen sebaya.
Kadang malah dengan karyawan yang kerja. Main bola, atau sekedar jalan
jalan ke Gianyar, Tegalalang, atau mandi di tirta empul.
Terus terang awalnya saya sendiri tidak pernah melihat effek langsung
apa yang terjadi bila anak terlalu banyak maen tablet hingga saya
melihat sendiri keponakann saya yang berumur 4 th. Awalnya pada waktu
umur 2.5 th sebenernya saya sempat melihat kejanggalan pada anak
tersebut. Salah satunya
kurangnya respon apabila dipanggil. Sehingga
begitu dipanggil, orang yang disebelahnya harus memegang atau
menyentuhnya dan mengatakan kalau dia dipanggil. Terus diajarin untuk
menjawab. selain itu adanya kosa kata yang tidak begitu banyak bahkan
cukup minim. Kosakata yang terlalu sedikit dan untuk anak seusianya,
sebenernya sudah ada mulai ngomong. Biarpun mungkin tidak begitu jelas.
Sempat saya tanyakan ke mamanya, apa ngga sebaiknya diperiksakan soalnya
kok belum bisa respon dan ngomong sebagaimana anak seusianya. Tapi
pendapat saya tidak mendapatkan respon dalam hal ini. Hingga waktu
berlalu begitu cepat. Sempat dimasukkan ke salah satu playgroup di dekat
rumahnya, tapi ahkirnya si anak ngga mau lagi masuk sekolah. Dan
ahkirnya dipindah sekolah. Belum sempat sekolah ditempat yang baru, saya
kembali lagi menyarankan untuk membawa anak tersebut ke dokter tumbuh
kembang anak. Dan memang benar akibat gadget yang berlebihan, dia
mengalami motorik yang belum berkembang, keterlambatan berbicara,
kurangnya fokus. Ahkirnya pendapat saya untuk memberikan terapi wicara
di salah satu sekolah berkebutuhan khusus diterima. Dia pun mengikuti
pelatihan di sekolah berkebutuhan khusus sejak januari kemaren.
Memang bener apa yang dibilang e
ffek dari gadget kalau diberikan kepada anak sebelum usia 2 th, karena pada dasarnya:
1. Motorik tidak berkembang
Anak dibawah dua tahun belum berkembang motoriknya sebagaimana orang
dewasa. Ketika gadget mulai diberikan pada anak anak usia dini, tentu
saja hal ini akan sangat berpengaruh. Syaraf motoriknya tidak akan
berkembang. Bahkan bisa merusak saraf motoriknya.
Anak,
butuh komunikasi dua arah. Bukan hanya main game atau nonton youtube di
gadget. Mereka butuh komunikasi aktif bukan pasif. Sebagaimana yang
terjadi pada keponakan saya, dia melihat youtube tentang film anak anak,
terus tentang pengenalan huruf, warna dll tapi tidak ada interaksi /
komunikasi. Jadi anak hanya mendengar tapi tidak mempraktekkan. Saya
tidak tau bagaimana dengan anak anak lain yang sebaya dengan keponakan
saya dan mengalami masalah yang sama. Apa yang saya tulis merupakan
pengalaman yang saya alami. Komunikasi dua arah yang seharusnya ada
sangat kurang sekali pada ponakan saya ini. Bahkan ketika kita
menanyakan,
namamu siapa ?? Dia akan menjawab sama dengan pertanyaan tersebut
namamu siapa ??
bukan menyampaikan namanya siapa tapi dia akan mengulang pertanyaan
yang sama. Bukan hanya satu pertanyaan ini. Tapi untuk setiap pertanyaan
yang ditanyakan dia akan menjawab pertanyaan dengan pengulangan
pertanyaan. Kalimat perintahpun akan direspon dengan jawaban yang sama
pengulangan kalimat perintah. Baru
kalau kita menunjuk suatu benda atau menjalankan apa yang diperintahkan
dia akan mengikuti. Menyebutkan nama orang tua dan identitas diri itu
bisanya hanya pengulangan. Hafalan. untuk pertanyaan yang baru.
2. Anak butuh sosialisasi dengan lingkungan.
Saya perhatikan selama ini, sebelum sekolah di sekolah kebutuhan khusus –
dari bangun tidur sampe mau tidur lagi malam yang namanya main gadget
ngga pernah bisa di stop. Kalau berhenti ya saat mandi, kebelakang aja.
Lainnya, makan, minum, nge dot pun sambil maen games atau nonton you
tube. Sedih ngeliatnya, tiap jam hari nonton you tube, maen games. Kalau
lagi maen games atau nonton youtube tambah lagi, ngga pernah respon
dengan apapun. Gunung meletus aja mungkin dia ngga akan berenti. Dia
nangis kalau habis baterai nya atau direbut gadgetnya secara paksa. Baru
nangis dan biasanya ngga akan berenti sampai gadget diberikan lagi.
Begitu juga kalau diajak jalan jalan ke toko. kalau pas maen gadget ya
akan maen juga sambil jalan. Kadang ngga lihat di depannya ada lobang
atau benda apa. Maen tabrak aja. Fokusnya ya hanya di gadget. Kalau ngga
ada gadget ya, ngga akan pernah bisa fokus. Diajak ngomong ya ngga akan
perhatikan. Ndenger aja kalau dipanggil juga ngga akan respon.
Anak seusia dia memang perlu bersosialisasi. Bermain dengan temann
sebaya. Jadi anak bisa berinteraksi sosial. Ketika anak sudah asyik
dengan dunianya dia tidak butuh berinteraksi sosial. Dan anakpun tetap
merasa sudah tidak butuh semuanya. Sekarang dia mulai mau berinteraksi
dengan temen sebaya dan lingkungan. Setelah menjalankan terapi disekolah
berkebutuhan khusus. Namun dalam bermain bersama temen temennya,
terlihat sedikit egois dan belum bisa berbagi. Saya perhatikan kalau
bermain, mainannya dia tidak pernah boleh dipinjam atau bahkan dipegang
oleh orang. Sementara mainan orang lain menjadi haknya. Mungkin ada
beberapa case juga seperti ini pada anak anak yang lain. Tapi dari apa
yang saya lihat, kecenderungan ego dann toleransinya sangat kurang.
Empati terhadap temenpun belum muncul. Misalnya ada anak kecil yang
jatuh dan berdarah. Anak saya, menghampiri dan menuntun temennya ke
orang tua terdekat. Sementara si ponakan hanya melihat, cuek, tanpa
ekspresi setelah itu melanjutkan permainan.
Beberapa saat sebelumnya juga ada beberapa kejadian, misalnya dia tengah
menonton tv. Ngga taunya Bapak saya ada setel lagu lama diruangan yang
terpisah dan lagi beberes. Ponakan saya nangis sejadi jadinya. Menurut
ibunya, dia menangis karena terganggu dengan suara lain yang dia tidak
suka. Si ibu mendatangi Bapak dan mengatakan bahwa anaknya terganggu
dengan suara lagu yang diputar. Secara pribadi saya kurang setuju dengan
sikap si ibu. Bagaimanapun juga ibu harusnya memberikan pengertian ke
anak bahwa ada orang lain yang ada disekitar kita. Biarkan aja menangis,
ngga akan ada masalah. Itu juga pembelajaran bahwa ada keberadaan orang
lain dalam hidup. Ketika si ibu menegur orang untuk mengikuti maunya si
anak, ini akan bertambah kasihan. Anak tidak akan segera menyadari
adanya orang disekitarnya. Dan selanjutnya ya maunya harus dituruti,
kalau ngga dia akan menampilkan emosi seperti menangis, marah dann atau
cara lainnya.
Keinget waktu kejadian di tempat umum, menjelang nantal biasanya di
pusat perbelanjaan selalu ada lagu lagu natal. Suatu ketika dia seneng
dengan lagu nantal
jingle bell dan ketika lagu habis berganti
dengan lagu lainnya, dia menangis sejadi jadinya minta lagu itu diputar
kembali. Si ibu memberi berbagai mainan dan mencoba mengalihkan
perhatian tapi si anak tetep menangis. Si ibu ngga bisa meminta staff
pertokoan untuk memutar ulang lagu tersebut, jadi dia mengalihkan
perhatian si anak. Tapi karena biasanya kemauan si anak tidak pernah di
tolak maka akan kesusahan. Ahkirnya solusinya ya diajaklah pulang.
Sekarang setelah hampir 3 bulan terapi, ada memang beberapa
perkembangan. Salah satunya menyebutkan identitas dirinya. Dan mulai
respon bila dipanggil atau diajak ngomong.walaupun ada beberapa saat
ditanyakan dia masih membeo. Mudah mudahan kedepannya akan semakin
membaik. Dan si ibu konsisten tidak membiarkan nya bermain gadget.
Stop totally first Bermain smartphone !!
copas dari: https://jengandrea.wordpress.com/2016/03/19/effek-smartphone-yg-berlebih-pada-anak-anak/